Kondisi
Guru Agama Buddha di daerah Pati khususnya Kec. Cluwak dan Kec. Gunungwungkal
Di daerah Kab.
Pati, Jawa Tengah khususnya Kec.Cluwak, Gunungwungkal, dan Juwana banyak
terdapat umat Buddha. Sebagai umat Buddha yang tinggal dikalangan yang
mayoritas agama Islam harus mendapat pengetahuan yang lebih tentang ajaran Sang
Buddha agar memperkuat keyakinan mereka. Adanya umat di daerah Pati, pastinya
juga ada guru agama Buddha. Guru agama Buddha banyak yang sudah menjadi pegawai
negeri sipil (PNS). Guru agama Buddha biasanya merangkap mengajarnya di
sekolah-sekolah.
Di daerah Pati,
untuk guru agama tidak menerima guru agama honorer khususnya di sekolah-sekolah
negeri, jadi guru agama Buddha yang mengajar itu-itu saja tidak ada perubahan.
Jadi tidak ada peluang bagi lulusan sarjana pendidikan agama buddha untuk
mengajar, padahal tenaga pengajar yang muda dan baru memiliki pengalaman
belajar yang baru dan lebih mengikuti perkembangan zaman yang kreatif.
Guru-guru agama Buddha mengajar pendidikan hanya sistem ceramah, guru
menerangkan dengan membacakan saja. Mendapatkan nilaipun sangat mudah, rata-rata
nilai anak-anak pelajaran agama Buddha lebih bagus daripada agama lainnya. Hal
ini membuat para siswa menganggap remeh nilai pelajaran agama Buddha, dan tidak
terlalu suka dengan pelajaran agama Buddha karena cara belajarnya yang
membosankan dan monoton.
Di sisi lain
sebagian besar guru agama Buddha mereka tidak mau menjadi seorang penyuluh atau
penceramah di vihara-vihara. Mereka berpendapat bahwa tugas mereka hanya
mengajar di sekolah saja. Pada hal banyak sekali vihara-vihara yang harus di
bina, diberiakan pengetahuan tentang ajaran Sang Buddha. Menjelang hari raya
Waisak ada kegiatan satu bulan penghayat Dhamma (SPD), sudah disiapkan jadwal
penceramah khususnya untuk guru-guru agama namun mereka jarang yang datang.
Salah satu umat Buddha pernah meminta bantuan kepada salah satu guru agama
Buddha untuk mengisi ceramah di hari minggu, namun beliau malah menolaknya
dengan alasan bahwa tugasnya adalah mengajar di sekolahan bukan mengisi
ceramah. Akan tetapi tidak semua guru agama Buddha di daerah Pati seperti itu,
masih ada yang peduli dengan agama Buddha dan mengajarkan Dhamma kepada para
umat Buddha.
Umat Buddha khususnya anak-anak muda banyak
yang pindah agama karena alasan pernikahan. Mereka pindah karena keyakinan
mereka dengan ajaran Sang Buddha belum mantap jadi mereka bisa dengan mudah
terpengaruh dan pindah agama. Pada masa sekolah pendidikan agama perlu ditekan
kan kepada mereka, agar mereka memahami tentang ajaran agama Buddha sehingga
dengan keyakinan yang kuat kepada Tiratana membuat mereka kokoh tidak mudah
terpengaruh dengan keyakinan lain dan pindah agama.
Cara
pembelajaran yang menarik dan tidak membosan akan membuat siswa merasa senang
dengan mata pelajaran yang di berikan. Pembelajaran tidak hanya dengan model
ceramah saja, namun bisa di selingi dengan permainan, praktek, membentuk
kelompok dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan materi yang di sampaikan.
Pemberian nilai kepada siswa pun harus obyektif sesuai kemampuan siswa. Dengan
nilai yang diperoleh secara obyektif diharapkan akan memotivasi siswa untuk
lebih giat belajar tidak meremehkan mata pelajaran agama Buddha.
Masalah guru
agama Buddha yang tidak mau untuk berceramah di vihara-vihara merupakan
tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat agama Buddha dari Pemerintah dan
organisasi-organisasi agama Buddha. Untuk pemerintah khususnya Departemen Agama
Buddha memberikan peraturan yang lebih tegas, jika ada seorang guru agama
Buddha yang telah menjadi PNS dan tersertifikasi harus memaksimalkan cara
pengajaran dan memberikan ceramah Dhamma di vihara-vihara. Jika guru agama
Buddha yang melanggar peraturan ini akan dicabut sertifikasinya. Untuk
pemerintah kabupaten Pati, seharusnya memberikan kesempatan peluang untuk
menambah tenaga pendidik agama Buddha di daerah Pati. Dengan adanya tenaga
pendidik muda yang baru diharapkan dapat merubah sistem pengajaran pelajaran
agama Buddha yang lebih baik.
Organisasi-organisasi
agama Buddha pun harus berperan dalam mengatasi masalah ini. Antara organisasi
bekerja sama memberikan jadwal kepada para guru agama Buddha untuk mengisi
ceramah di vihara-vihara atau mengajar sekolah minggu. Kepada beberapa anggota
dari setiap organisasi dan para guru agama Buddha mungkin dua atau tiga bulan
sekali mengadakan rapat bersama untuk memajukan agama Buddha di daerah Pati.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara organisasi Buddhis dengan para guru
agama Buddha diharapkan dapat memajukan agama Buddha di daerah Pati. Jika ada
guru yang tidak sesuai dengan aturan atau melanggar tanpa adanya alasan yang
tepat akan mendapatkan sanksi yang bersifat sosial, mungkin dengan dikucilkan.
Pengucilan ini bukan dengan penuh kebencian namun penuh kesadaran untuk
mengubah pandangan guru tersebut untuk menjadi lebih baik. Contohnya dalam
kisah Chana yang dikucilkan para Bhikkhu karena Chana sombong mengatakan bahwa
dia adalah orang yang paling dekat dengan Sang Buddha. Para Bhikkhu mengucilkan
Chana tidak dengan kebencian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar