Selasa, 16 September 2014

Kondisi Guru Agama Buddha di daerah Pati

Kondisi Guru Agama Buddha di daerah Pati khususnya Kec. Cluwak dan Kec. Gunungwungkal
Di daerah Kab. Pati, Jawa Tengah khususnya Kec.Cluwak, Gunungwungkal, dan Juwana banyak terdapat umat Buddha. Sebagai umat Buddha yang tinggal dikalangan yang mayoritas agama Islam harus mendapat pengetahuan yang lebih tentang ajaran Sang Buddha agar memperkuat keyakinan mereka. Adanya umat di daerah Pati, pastinya juga ada guru agama Buddha. Guru agama Buddha banyak yang sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Guru agama Buddha biasanya merangkap mengajarnya di sekolah-sekolah.
Di daerah Pati, untuk guru agama tidak menerima guru agama honorer khususnya di sekolah-sekolah negeri, jadi guru agama Buddha yang mengajar itu-itu saja tidak ada perubahan. Jadi tidak ada peluang bagi lulusan sarjana pendidikan agama buddha untuk mengajar, padahal tenaga pengajar yang muda dan baru memiliki pengalaman belajar yang baru dan lebih mengikuti perkembangan zaman yang kreatif. Guru-guru agama Buddha mengajar pendidikan hanya sistem ceramah, guru menerangkan dengan membacakan saja. Mendapatkan nilaipun sangat mudah, rata-rata nilai anak-anak pelajaran agama Buddha lebih bagus daripada agama lainnya. Hal ini membuat para siswa menganggap remeh nilai pelajaran agama Buddha, dan tidak terlalu suka dengan pelajaran agama Buddha karena cara belajarnya yang membosankan dan monoton.
Di sisi lain sebagian besar guru agama Buddha mereka tidak mau menjadi seorang penyuluh atau penceramah di vihara-vihara. Mereka berpendapat bahwa tugas mereka hanya mengajar di sekolah saja. Pada hal banyak sekali vihara-vihara yang harus di bina, diberiakan pengetahuan tentang ajaran Sang Buddha. Menjelang hari raya Waisak ada kegiatan satu bulan penghayat Dhamma (SPD), sudah disiapkan jadwal penceramah khususnya untuk guru-guru agama namun mereka jarang yang datang. Salah satu umat Buddha pernah meminta bantuan kepada salah satu guru agama Buddha untuk mengisi ceramah di hari minggu, namun beliau malah menolaknya dengan alasan bahwa tugasnya adalah mengajar di sekolahan bukan mengisi ceramah. Akan tetapi tidak semua guru agama Buddha di daerah Pati seperti itu, masih ada yang peduli dengan agama Buddha dan mengajarkan Dhamma kepada para umat Buddha.
 Umat Buddha khususnya anak-anak muda banyak yang pindah agama karena alasan pernikahan. Mereka pindah karena keyakinan mereka dengan ajaran Sang Buddha belum mantap jadi mereka bisa dengan mudah terpengaruh dan pindah agama. Pada masa sekolah pendidikan agama perlu ditekan kan kepada mereka, agar mereka memahami tentang ajaran agama Buddha sehingga dengan keyakinan yang kuat kepada Tiratana membuat mereka kokoh tidak mudah terpengaruh dengan keyakinan lain dan pindah agama.
Cara pembelajaran yang menarik dan tidak membosan akan membuat siswa merasa senang dengan mata pelajaran yang di berikan. Pembelajaran tidak hanya dengan model ceramah saja, namun bisa di selingi dengan permainan, praktek, membentuk kelompok dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan materi yang di sampaikan. Pemberian nilai kepada siswa pun harus obyektif sesuai kemampuan siswa. Dengan nilai yang diperoleh secara obyektif diharapkan akan memotivasi siswa untuk lebih giat belajar tidak meremehkan mata pelajaran agama Buddha.
Masalah guru agama Buddha yang tidak mau untuk berceramah di vihara-vihara merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat agama Buddha dari Pemerintah dan organisasi-organisasi agama Buddha. Untuk pemerintah khususnya Departemen Agama Buddha memberikan peraturan yang lebih tegas, jika ada seorang guru agama Buddha yang telah menjadi PNS dan tersertifikasi harus memaksimalkan cara pengajaran dan memberikan ceramah Dhamma di vihara-vihara. Jika guru agama Buddha yang melanggar peraturan ini akan dicabut sertifikasinya. Untuk pemerintah kabupaten Pati, seharusnya memberikan kesempatan peluang untuk menambah tenaga pendidik agama Buddha di daerah Pati. Dengan adanya tenaga pendidik muda yang baru diharapkan dapat merubah sistem pengajaran pelajaran agama Buddha yang lebih baik.
Organisasi-organisasi agama Buddha pun harus berperan dalam mengatasi masalah ini. Antara organisasi bekerja sama memberikan jadwal kepada para guru agama Buddha untuk mengisi ceramah di vihara-vihara atau mengajar sekolah minggu. Kepada beberapa anggota dari setiap organisasi dan para guru agama Buddha mungkin dua atau tiga bulan sekali mengadakan rapat bersama untuk memajukan agama Buddha di daerah Pati. Dengan adanya kerjasama yang baik antara organisasi Buddhis dengan para guru agama Buddha diharapkan dapat memajukan agama Buddha di daerah Pati. Jika ada guru yang tidak sesuai dengan aturan atau melanggar tanpa adanya alasan yang tepat akan mendapatkan sanksi yang bersifat sosial, mungkin dengan dikucilkan. Pengucilan ini bukan dengan penuh kebencian namun penuh kesadaran untuk mengubah pandangan guru tersebut untuk menjadi lebih baik. Contohnya dalam kisah Chana yang dikucilkan para Bhikkhu karena Chana sombong mengatakan bahwa dia adalah orang yang paling dekat dengan Sang Buddha. Para Bhikkhu mengucilkan Chana tidak dengan kebencian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar