Rabu, 24 September 2014

Desa vs Kota




Jika Anda disuruh memilih antara hidup di desa atau di kota, maka Anda akan memilih yang mana ? Tentu jawaban setiap orang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang mereka alami. Kehidupan di daerah perkotaan dan pedesaan memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kelebihan dan kekurangan ini saling melengkapi, jadi susah untuk menentukan pilihan yang tepat. Faktor ligkunganpun sangat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi setiap orang. Hal ini pun juga yang membedakan antara kehidupan di perkotaan dan pedesaan.
Suasana kehidupan pedesaan sangat bagus untuk kesehatan, sebab masih banyak pohon-pohon besar yang menjadikan udara tetap bersih yang kaya oksigen, tidak terlalu banyak kendaraan yang menyebabkan polusi di udara dan tidak adanya kemacetan. Untuk mendapatkan sayuran pun mudah, dapat menanam sayur sendiri dan tidak mengunakan obat-obatan pembunuh hama yang menjadikan sayuran tetap sehat. Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan bertetangga masih terjaga dengan baik. Mereka saling mengenal antara desa yang satu dengan desa yang lainnya. Misalnya ada yang punya pekerjaan di sawah menanam padi, maka tetangga sebelah pada saling membantu.
Hidup di desa memang sangat sehat, namun juga banyak kendala yang membuat kehidupan di desa ini kurang begitu maju dibandingkan kehidupan di kota. Hal ini dikarenakan sarana prasarana di desa kurang begitu lengkap dan maju, misalnya sekolah dan rumah sakit jauh dari kawasan pedesaan. Lapangan pekerjaanpun susah, walaupun ada itupun harus kerja di ladang orang dan gajinya tidak seberapa hanya cukup buat makan sehari-hari. Cara berpikir orang desa pun masih sebatas pemikiran zaman dulu, mereka beranggapan bahwa pendidikan itu kurang begitu penting karena untuk perempuan ujung-ujungnya akan kerja di dapur dan mengurus anak. Banyak yang menikah di usia remaja, namun sekarang sebagian anak ada yang lebih mementingkan pendidikan.
Di kota sarana prasarana sangat lengkap dari pendidikan, rumah sakit, bank, dan lain-lain. Akses jalan pun sangat mudah dan dekat, banyak kendaraan umum yang selalu ada. Semuanya sudah menggunakan teknologi maju yang memudahkan setiap pekerjaan orang. Lapangan pekerjaan sangat banyak dan gaji yang diperolehpun lumayan besar dibandingkan dari gaji yang diperoleh bekerja di desa. Cara berpikir mereka lebih maju dibandingkan orang-orang desa, mereka sangat mementingkan pendidikan dan karier. Dari kondisi yang seperti ini banyak orang-orang desa yang datang ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan memperbaiki ekonomi di rumah.
Dari segala hal yang baik pasti ada kekurangannya, begitupun segala sesuatu yang mudah dan di cari orang malah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi orang-orang itu sendiri. Banyak orang yang berbondong-bondong ke kota mengakibatkan banyak didirikan perumahan yang harus mengorbankan pohon-pohon besar harus di tebang yang menjadikan udara sangat miskin dengan oksigen. Semakin banyak tujuan orang ke suatu tempat tertentu, mengakibatkan pula banyaknya kendaraan yang mereka perlukan untuk mempercepat ke tempat tujuan. Asap yang di hasilkan kendaraan juga menyebabkan tercemarnya udara dan kemacetan, ditambah pula asap dari banyak industri. Biaya hidup juga lebih mahal, segala sesuatu harus bayar tidak ada yang gratisan. Orang perkotaan kerukunan dan gotong royong sangat lemah sekali bahkan juga tidak pernah ada.
Dari kedua keadaan kehidupan antara di desa dan di kota saling melengkapi. Kelemahan pedesaan merupakan suatu kelebihan bagi kehidupan perkotaan, dan kelemahan kehidupan perkotaan merupakan suatu kelebihan bagi kehidupan pedesaan. Untuk mendapatkan kehidupan seimbang kita harus mempunyai solusi bagaimana kita harus tinggal dan menetap. Semasa kita masih bisa bekerja dan ingin memiliki perekonomian yang lebih baik, kita harus giat bekerja di tempat dimana kita mudah mendapatkan perkerjaan. Setelah masa kita untuk pensiun dan beristirahat sebaiknya kita tinggal di pedasaan, karena ditempat inilah tempat yang sehat bebas dari polusi dan menikmati masa tua dengan penuh rasa nyaman dan tenang.

Selasa, 16 September 2014

Masalah yang Muncul di Sekolah

Masalah yang Muncul di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang membimbing anak tentang ilmu pengrtahuan, keterampilan, kreativitas, dan budi pekerti. Dalam pendidikan di sekolah faktor utama yang mendukung pendidikan adalah siswa, siswa-siswa inipun memiliki masalah dalam proses pendidikan. Masalah ini merupakan suatu hambatan atau rintangan yang mempersulit siswa dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang di harapkan. Masalah ini harus diselesaikan dengan bimbingan dan konseling.
Dari pengalaman selama belajar banyak masalah-masalah yang muncul, yang paling banyak ditemui pada para siswa adalah memilih sekolah dan jurusan. Masalah ini banyak muncul pada sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas. Mereka memilih sekolah favorit atau perguruan tinggi yang di inginkan namun mereka tidak diterima akan menimbulkan frustasi pada siswa. Di sisi lain masalahnya siswa yang dipaksa untuk memilih sekolah maupun jurusan yang dipilih orang tuanya dan mereka harus menuruti dan hal ini tidak sesuai dengan keinginan mereka yang membuat mereka belajarnya asal-asalan tidak serius.
Masalah lain yang di alami siswa di sekolah adalah masalah asmara. Masa remaja adalah masa untuk mengenali dirinya dan mulai tertarik dengan lawan jenis. Salah satu siswa yang sudah memiliki pacar, namun pacarnya ini di dekati sama siswa lain maka membuat dia emosi dan melabraknya terus pada saling berkelahi tampar-tamparan. Mereka cenderung menggunakan kekerasan untuk mengatasi masalah, inipun terjadi pada siswa laki-laki maupun  perempuan, namun juga tidak semua siswa memiliki tingkah laku seperti ini. Kejadian seperti ini tidak terjadi satu atau dua kali namun sering terjadi dan terjadinya pada sekolah tingkat SMP dan SMA.
Pada masa remaja SMP dan SMA banyak pengalaman baru muncul dan teman semakin banyak dan pergaulanpun semakin meningkat. Dalam pencarian teman banyak sekali pengaruh-pengaruh dari teman baik itu pengaruh negatif maupun positif. Pengaruh negatifnya yang perlu ditangani adalah pembentukan geng. Geng-geng semakin banyak muncul, karena masa remaja ini mereka ingin menunjukkan jati diri atau aksi mereka kepada semua orang. Aksi-aksi yang dilakukan ada yang baik dan buruk, namun sebuah geng dalam pandangan masyarakat terkesan mereka memunculkan perilaku yang buruk.
Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar juga harus mendapatkan layanan bimbingan. Anak-anak yang sulit belajar ini akan memyebabkan prestasi mereka rendah karena mereka tidak dapat mengembangkan kemampuannya sendiri dan kurangnya motivasi dalam diri maupun dari luar dirinya. Walaupun mereka mendapat prestasi yang rendah tapi mereka tidak merasa malu dengan temannya dan tetap santai merasa bahwa dirinya tidak merasa ada masalah dalam proses belajarnya,
Masalah lain yang timbul adalah masalah yang disebabkan kondisi keluarga. Anak-anak cenderung membawa masalah yang ada dikeluarga ke dalam proses belajarnya. Mereka lebih suka menyendiri dan pergaulanpun mereka juga dibatasi kepada teman-teman yang tertentu saja. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk bersosialisasi dengan yang lain dan menyebabkan prestasi mereka rendah.
Masalah-masalah yang muncul seperti diatas harus mendapatkan pelayanan bimbinga dan konseling di sekolah. Dengan menerima bimbingan dan konseling diharapkan mereka dapat mengatasi masalah yang sedang dialaminya dan dapat merubah perilaku dan prestasi menjadi lebih baik.


Kondisi Guru Agama Buddha di daerah Pati

Kondisi Guru Agama Buddha di daerah Pati khususnya Kec. Cluwak dan Kec. Gunungwungkal
Di daerah Kab. Pati, Jawa Tengah khususnya Kec.Cluwak, Gunungwungkal, dan Juwana banyak terdapat umat Buddha. Sebagai umat Buddha yang tinggal dikalangan yang mayoritas agama Islam harus mendapat pengetahuan yang lebih tentang ajaran Sang Buddha agar memperkuat keyakinan mereka. Adanya umat di daerah Pati, pastinya juga ada guru agama Buddha. Guru agama Buddha banyak yang sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Guru agama Buddha biasanya merangkap mengajarnya di sekolah-sekolah.
Di daerah Pati, untuk guru agama tidak menerima guru agama honorer khususnya di sekolah-sekolah negeri, jadi guru agama Buddha yang mengajar itu-itu saja tidak ada perubahan. Jadi tidak ada peluang bagi lulusan sarjana pendidikan agama buddha untuk mengajar, padahal tenaga pengajar yang muda dan baru memiliki pengalaman belajar yang baru dan lebih mengikuti perkembangan zaman yang kreatif. Guru-guru agama Buddha mengajar pendidikan hanya sistem ceramah, guru menerangkan dengan membacakan saja. Mendapatkan nilaipun sangat mudah, rata-rata nilai anak-anak pelajaran agama Buddha lebih bagus daripada agama lainnya. Hal ini membuat para siswa menganggap remeh nilai pelajaran agama Buddha, dan tidak terlalu suka dengan pelajaran agama Buddha karena cara belajarnya yang membosankan dan monoton.
Di sisi lain sebagian besar guru agama Buddha mereka tidak mau menjadi seorang penyuluh atau penceramah di vihara-vihara. Mereka berpendapat bahwa tugas mereka hanya mengajar di sekolah saja. Pada hal banyak sekali vihara-vihara yang harus di bina, diberiakan pengetahuan tentang ajaran Sang Buddha. Menjelang hari raya Waisak ada kegiatan satu bulan penghayat Dhamma (SPD), sudah disiapkan jadwal penceramah khususnya untuk guru-guru agama namun mereka jarang yang datang. Salah satu umat Buddha pernah meminta bantuan kepada salah satu guru agama Buddha untuk mengisi ceramah di hari minggu, namun beliau malah menolaknya dengan alasan bahwa tugasnya adalah mengajar di sekolahan bukan mengisi ceramah. Akan tetapi tidak semua guru agama Buddha di daerah Pati seperti itu, masih ada yang peduli dengan agama Buddha dan mengajarkan Dhamma kepada para umat Buddha.
 Umat Buddha khususnya anak-anak muda banyak yang pindah agama karena alasan pernikahan. Mereka pindah karena keyakinan mereka dengan ajaran Sang Buddha belum mantap jadi mereka bisa dengan mudah terpengaruh dan pindah agama. Pada masa sekolah pendidikan agama perlu ditekan kan kepada mereka, agar mereka memahami tentang ajaran agama Buddha sehingga dengan keyakinan yang kuat kepada Tiratana membuat mereka kokoh tidak mudah terpengaruh dengan keyakinan lain dan pindah agama.
Cara pembelajaran yang menarik dan tidak membosan akan membuat siswa merasa senang dengan mata pelajaran yang di berikan. Pembelajaran tidak hanya dengan model ceramah saja, namun bisa di selingi dengan permainan, praktek, membentuk kelompok dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan materi yang di sampaikan. Pemberian nilai kepada siswa pun harus obyektif sesuai kemampuan siswa. Dengan nilai yang diperoleh secara obyektif diharapkan akan memotivasi siswa untuk lebih giat belajar tidak meremehkan mata pelajaran agama Buddha.
Masalah guru agama Buddha yang tidak mau untuk berceramah di vihara-vihara merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat agama Buddha dari Pemerintah dan organisasi-organisasi agama Buddha. Untuk pemerintah khususnya Departemen Agama Buddha memberikan peraturan yang lebih tegas, jika ada seorang guru agama Buddha yang telah menjadi PNS dan tersertifikasi harus memaksimalkan cara pengajaran dan memberikan ceramah Dhamma di vihara-vihara. Jika guru agama Buddha yang melanggar peraturan ini akan dicabut sertifikasinya. Untuk pemerintah kabupaten Pati, seharusnya memberikan kesempatan peluang untuk menambah tenaga pendidik agama Buddha di daerah Pati. Dengan adanya tenaga pendidik muda yang baru diharapkan dapat merubah sistem pengajaran pelajaran agama Buddha yang lebih baik.
Organisasi-organisasi agama Buddha pun harus berperan dalam mengatasi masalah ini. Antara organisasi bekerja sama memberikan jadwal kepada para guru agama Buddha untuk mengisi ceramah di vihara-vihara atau mengajar sekolah minggu. Kepada beberapa anggota dari setiap organisasi dan para guru agama Buddha mungkin dua atau tiga bulan sekali mengadakan rapat bersama untuk memajukan agama Buddha di daerah Pati. Dengan adanya kerjasama yang baik antara organisasi Buddhis dengan para guru agama Buddha diharapkan dapat memajukan agama Buddha di daerah Pati. Jika ada guru yang tidak sesuai dengan aturan atau melanggar tanpa adanya alasan yang tepat akan mendapatkan sanksi yang bersifat sosial, mungkin dengan dikucilkan. Pengucilan ini bukan dengan penuh kebencian namun penuh kesadaran untuk mengubah pandangan guru tersebut untuk menjadi lebih baik. Contohnya dalam kisah Chana yang dikucilkan para Bhikkhu karena Chana sombong mengatakan bahwa dia adalah orang yang paling dekat dengan Sang Buddha. Para Bhikkhu mengucilkan Chana tidak dengan kebencian.